tabulanews.id – Wacana penghapusan honor perjalanan dinas pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan DPRD di luar gaji yang diusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan dukungan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB karena honor perjalanan dinas itu hanya pemborosan keuangan negara saja.
“Usulan KPK ini sangat masuk akal. Perjalanan dinas ini kan sudah menjadi pekerjaan dan tugas ASN atau pejabat. Mereka digaji negara untuk tugas itu, maka gak perlu lagi ada honor perjalanan dinas,” ujar peneliti FITRA NTB, Jumi Jumaidi kepada wartawan di kantornya, Selasa 10 Desember 2019.
“Karena itu wacana penghapusan honor perjalanan dinas bagi ASN dan pejabat publik itu harus didukung, itu pemborosan, double cost,” sambungnya.
Lebih lanjut disampaikan Jumaidi, honor perjalanan dinas tersebut tidak saja hanya pemborosan, akan tetapi juga sering kali menjadi lahan bancakan anggaran oleh oknum pejabat. Buktinya tidak sedikit pejabat yang sudah tersandung kasus honor perjalanan dinas fiktif.
Baca Juga: DPRD NTB Kritik Zero Waste Hanya Hebat di atas Kertas
“Terlebih selama ini perjalanan dinas ini selalau menjadi bancakan oknum pejabat-pejabat tertentu. Mereka melaporkan perjalanan dilaksanakan, tapi nyatanya tidak. Dan ini juga diperkuat dengan temuan BPK,” katanya.
Di NTB sendiri kasus perjalanan dinas fiktif pernah menyeret mantan Bupati Lombok Barat, H. Mahrif ke meja hijau dan dijatuhi vonis satu tahun penjara serta denda Rp 50 juta.
Belum lama ini, kerugian negara dari kegiatan perjalanan dinas di DPRD Lombok Barat periode 2014-2019, menjadi temuan dalam LHP BPK RI. Dimana ditemukan kerugian negara dari SPPD dewan sebesar Rp551 juta.
“Kalau kami lihat hasil LHP BPK, banyak juga perjalanan dinas yang tidak ada bisa dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Karena ada banyak pembayaran perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan,” sambungnya.
Dikatakan Jumaidi, ASN sudah diberikan gaji dan tunjangan untuk melaksana tugasnya. Menurutnya kegiatan perjalanan dinas tersebut bagian dari tugas aparatur yang sudah melekat. Sehingga tidak perlu lagi dihitung sebagai tugas diluar tofoksinya yang perlu untuk diberikan honor.
“Logikanya, mau tinggal di kantornya atau keluar kan sama saja menjalankan tugas. Lantas apa bedanya kerja dalam kantor sama yang melakukan perjalanan dinas. Karena motivasi untuk mengejar honor itulah yang mendorong banyak dibuat kegiatan perjalanan dinas,” terangnya.
Untuk itu FITRA NTB mendorong agar menteri keuangan melakukan evaluasi terhadap honor perjalanan dinas bagi ASN tersebut. “Karena itulah sangat tepat jika KPK mengusulkan hapus honor perjalanan dinas ini. Dan Menteri Keuangan memang sudah semestinya melakukan evaluasi honor perjalanan dinas ini,” serunya.
Terkait dengan kegiatan perjalanan dinas pejabat ASN, sebelumnya sudah disoroti Presiden Joko Widodo. Presiden menyerukan agar mengurangi kegiatan perjalanan dinas, karena hanya memboroskan keuangan negara. Ditegaskannya, jika hanya sekedar untuk studi banding, diera teknologi informasi dan komunikasi ini, tak perlu melakukan perjalanan dinas, tapi cukup dengan searching di internet.
Menindaklanjuti arahan dari Presiden Joko Widodo tersebut, Pemprov NTB mulai tahun anggaran 2020 mendatang, akan melakukan penghematan anggaran dengan memangkas anggaran perjalanan dinas dan anggaran lainnya yang tidak penting.
‘’Kurangi perjalanan dinas, kurangi anggaran yang tak penting selama bisa pakai teknologi seperti anjuran Bapak Presiden. Kalau bisa pakai teknologi kenapa pakai kunjungan-kunjungan. Seperti itulah. Kita ada penghematan-penghematan,” kata Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah.
Pingback: Akses Informasi Publik Tiga Daerah di NTB Ini Tertutup - tabulanews.id