tabulanews.id – Di tengah upaya masifnya gerakan pemberantasan korupsi di semua pemerintah daerah di NTB, kabupaten Lombok Timur dinilai masih belum menunjukkan upaya signifikan. Lombok Timur masih tertinggal jauh dibandingkan beberapa derah lain dalam upaya pencegahan korupsi.
Penilaian ini terungkap berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh FITRA NTB melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah KPK. Dari sepuluh kabupaten/kota dan pemerintah provinsi NTB, Lombok Timur mendapatkan nilai terendah, yaitu berada dalam zona kuning, 42%.
“Lombok Timur merupakan daerah terlemah dalam pencegahan korupsi. Di saat daerah-daerah lain sedang berpacu dalam melawan korupsi, ternyata Lombok Timur masih jalan di tempat,” ungkap Jumaidi, aktivis FITRA NTB kepada Tabulanews.id pada Senin (6/1/20).
Menurut Jumaidi, beberapa pemerintah daerah mulai menunjukkan tren angka pencegahan korupsi cukup baik sehingga patut diapresiasi. Beberapa daerah yang masuk zona hijau karena punya angka pencegahan korupsi cukup baik, yakni Pemprov. NTB 82 %, Kota Mataram 79%, dan Lombok Tengah 72%. Sedangkan tujuh daerah lainnya mendapatkan nilai di kisaran 50-70%. Tujuh daerah tersebut di antaranya Sumbawa Barat 53%, Kabupaten Bima 57%, Kota Bima 59%, Lombok Utara dan Lombok Barat 60%, Dompu 62%, dan Sumbawa 65%.
“Kami pikir tujuh daerah ini perlu kerja lebih giat lagi untuk meningkatkan kinerja dan memperkuat sistem dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi” tambah Jumaidi.
Persentase angka pencegahan korupsi ini diperoleh FITRA NTB berdasarkan pada delapan area intervensi yang digagas KPK. Delapan area tersebut meliputi perencanaan dan penganggaran daerah, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, kapabilitas APIP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola dana desa.
Berdasarkan pemantauan FITRA NTB melalui MCP KPK, Lombok Timur mendapatkan nilai rendah hampir di semua area intervensi. Nilai tertinggi sebesar 65% diperoleh Lombok Timur hanya di area optimalisasi pendapatan daerah.
“Kami fokus menyoroti Lombok Timur karena kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di NTB ini merupakan daerah yang sangat jauh tertinggal dalam pencegahan korupsi,” pungkas Jumaidi.
Sementara itu di beberapa area yang lain, Lotim mendapatkan nilai sangat rendah, yakni manajemen ASN 11%, kemudian tata kelola dana desa 33%, kapabilitas APIP mendapatkan nilai yang sama, serta pengadaan barang dan jasa nilainya 37%. FITRA NTB berharap Lombok Timur perlu lebih fokus lagi dalam kerja-kerja pencegahan dan tidak memberikan peluang korupsi terjadi.
“Pemda Lombok Timur harus serius melakukan upaya pencegahan. Misalnya, manajemen ASN. Jika tata kelolanya buruk, maka peluang nepotisme dan terjadinya korupsi masih besar. Begitu juga dengan sistem promosi, mutasi, dan lainnya bisa tidak sehat jika ini tidak kuat. Begitu juga dengan tata kelola dana desa. Pada area ini laporan pertanggungjawaban dana desa mendapatkan penilaian yang sangat rendah. Kondisi ini mengharuskan Pemda Lotim harus lebih cepat lagi memperbaiki sistem dan tata kelolanya,” tutup Jumaidi.