tabulanews.id – Puluhan warga Pondok Perasi kembali datangi Kantor Walikota Mataram dengan membawa anaknya, Kamis (19/12). Kedatangan warga untuk meminta Pemerintah Kota Mataram meninjau kembali Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1638 K/Pdt/2010 tanggal 25 Februari 2011 lalu.
Bersama aliansi Kesatuan Perjuangan Rakyat kota Mataram, warga Pondok Perasi mendatangai Pemkot Mataram meminta agar Pemkot Mataram melakukan peninjauan kembali kepada Putusan MA tersebut. Pasalnya, warga Pondok Perasi menilai, putusan tersebut masih bisa ditinjau karena dinilai ada kepentingan jauh lebih urgent.
Menurut koordinator aksi, Kobel menjelaskan, persoalan penggusuran di lahan sengketa RT 08 Lingkungan Pondok Perasi kelurahan Bintaro Ampenan ada pembiaran yang dilakukan oleh Pemkot Mataram kepada warga Pondok Perasi.
Dinilai Kobel, pengeksekusian Rabu kemarin, memang mendapat penundaan selama tiga hari. Akan tetapi, jika eksekusi ini terjadi, ini merupakan aksi kejahatan kemanusiaan untuk semua warga Pondok Perasi. “Itulah alasan warga enggan pindah ke tenda yang dibangun Pemkot Mataram di lahan seluas 80 are itu,” paparnya.
“Kami tidak akan membiarkan warga Pondok Perasi tidur di bawah terik matahari. Rumah warga di Pondok Perasi dibangun atas jerih payah warga selama dua dekade,” lanjut Kobel.
Maka dari itu tegas Kobel, penggusuran lahan warga seharusnya tidak boleh terjadi. Kendati putusan MA bersifat final, warga Pondok Perasi mempertanyakan langkah Pemkot Mataram dalam penyelesaian lahan sengketa dengan pemilik lahan, Ratna Sari Ayu Dewi.
“Walaupun keputusan MA bersifat final, penggusuran tidak boleh terjadi. Karena itu merupakan kejahatan. Untuk itu kami meminta kebijakan dan langkah politis dari Pemkot Mataram untuk menyelamatkan warga,” tandasnya.
Dalam hal ini, Asisten I Setda Kota Mataram, Lalu Martawang menjelaskan, Putusan MA Nomor 1638 tanggal 25 Februari 2011, telah dibatalkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 140/PDT/2009/PT MTR tanggal 10 Desember 2009 yang menguatkan Putusan PN Mataram Nomor 73/pft.G/2008/PN MTR tanggal 6 Mei 2009 bersifat inkrah.
Ia menjelaskan, keputusan itu sudah tidak bisa diganggu gugat karena memiliki kekuatan hukum mutlak. Dalam hal ini jelas Martawang, Pemkot Mataram tidak bisa masuk ke dalam tahapan hukum (Putusan MA) tersebut. “Kita sangat menghargai proses pengadilan. Kita juga tidak bisa masuk ke ranah itu, karena Pemkot sangat menghargai supremasi hukum yang ada,” jelasnya.
Untuk itu jelas Martawang, dari kasus ini, Pemkot Mataram sudah berupaya tidak melepas tanggungjawab kepada warga Pondok Perasi. “Langkahnya adalah pertama kami menyiapkan lahan untuk relokasi dan kedua menyiapkan untuk pembangunan Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) di lahan seluas 1,2 hektar tahun 2020 mendatang,” jelasnya.
Ada pun untuk melakukan PK jelas Martawang, merupakan langkah yang tidak bisa dilakukan. Mengingat Putusan MA tersebut sudah inkrah dan bersifat final. “Sekarang bagaimana Pemkot Mataram menyiapkan Hunian Sementara (Huntara) buat warga Pondok Perasi yang sedang dalam proses,” paparnya.
“Karena lahan sengketa itu sudah tidak mungkin dilakukan PK. Pada prosesnya juga sudah final. Jadi sangat tidak mungkin juga kita klaim lahan itu milik warga Pondok Perasi karena tidak cukup alat bukti,” jelas Martawang.(ris)